Sabtu, 14 Januari 2012


BAB    I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata - mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu, 2004: 2).
Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi, yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Puisi, Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan), syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.
Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia puisi. Selain tentang pengertian dan unsur – unsur puisi,pantun serta contohnya. makalah ini juga memuat catatan tentang ragam dan teknik membaca puisi serta dilengkapi juga dengan panduan untuk membuat puisi agar menarik untuk dibaca.
1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini disusun rumusan masalah yang akan dibahas, yaitu :
1.       Apa definisi Puisi, serta unsur-unsur yang mengikatnya ?
2.       Apa definisi, serta unsur- unsur yang mengikatnya ?
3.   Bagaiama ciri dan contoh –contoh puisi serta bagaiman teknik membaca puisi yang benar dan tepat.

1.3. Manfaat dan Tujuan
Manfaat dan tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan Makalah  ”tentang PUISI, ,” ini adalah :
1.        Memahami apa definisi Puisi serta unsur-unsur yang mengikatnya.
2.        Mengetahui apa definisi Pantun serta unsur-unsur yang mengikatnya.
3.        Mengerti apa definisi Syair serta unsur-unsur yang mengikatnya.
4.        Memahami teknik pembacaan puisi yang benar.

BAB    II
LANDASAN TEORITIS

2.1.Pengertian Puisi
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai berikut.
(1) Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4) Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.

2.2.Unsur-Unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi. Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis. Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata, pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Adapun secara lebih detail, unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur, yaitu struktur batin dan struktur fisik.
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)  Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2)  Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3)  Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4)  Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari  sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
Sedangkan struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai berikut.
(1)  Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2)   Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
(3)   Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4)  Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5)   Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6)   Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
 Contoh puisi  
BERDOA
Karya: Abdul Goni
Ibuku yang telah memelihara dan membesarkan daku
Dan dia telah menyekolahkanku
Dia satu-satunya untukku
Yang merawat aku semenjak kecil

Aku akan mendoakan ibuku
Karna dia mengayun-ayun
Ketika aku masih kecil
Dan dia yang membesarkanku.

2.3.Ragam Dan Jenis Puisi
1)      Berdasarkan Zaman

Askep Gastroenteritis


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
       Gastroenteritis adalah perubahan fungsi unsur yang besar yang ditandai dengan ekskresi tinja lebih dari 200 gram/hari, biasanya berkonsistensi cair, lunak atau setengah padat dengan frekuensi defekasi yang lebih banyak. Gastroenteritis adalah masalah klinis yang sering ditemukan dengan penyebab yang bermacam-macam, termasuk kelainan imunologis, infektif, hormonal (Nurgoho, 2000).
        Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa dehidrasi disertai muntah. Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi yang lebih banyak dari biasa (Sowdent, 2005).
         Adapun komplikasi dari gastroenteritis yaitu dehidrasi, syok hypovolemik yang terdekompensasi, hipokalemia dengan gejala meteorisme, hipotermi, lemah, hipoglikemia dan intoleransi laktosa selinder sebagai akibat deferensi enzim iktosa karena kerusakan mukosa usus halus (Nursalam, 2005).
Angka kejadian gastroenteritis di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, sekitar 162 ribu balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 di Indonesia, gastroenteritis merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun (Piogama, 2008).
Gastroenteritis dianggap akut kalau berlangsung kurang dari 7 hingga 14 hari dan kronik kalau berlangsung lebih dari 2 sampai 3 minggu. Gastroenteritis infeksius yang akut dan tersebar diseluruh penjuru dunia menyebabkan lebih dari 4 juta kematian setiap tahunnya pada balita, khususnya di negara berkembang dan menjadi penyebab utama malnutrisi kalori, protein dan dehidrasi (Deven, 2007).
Kematian akibat gastroenteritis yang jumlahnya jutaan, mayoritas disebabkan oleh hal sepele, yaitu habisnya cairan tubuh yang keluar karena buang air dan muntah. Hilangnya cairan sedikit demi sedikit oleh banyak orang dianggap hal biasa. Di pelosok desa terutama di daerah Jawa, bahkan ada yang menganggap bahwa anak gastroenteritis sebagai pertanda akan bertambah pintar. Padahal jika kekurangan cairan lebih dari 10% dari berat badan anak atau bayi akan menyebabkan kematian hanya dalam tempo tiga hari. Belakangan juga ditemukan retrovirus yang menjadi biang keladi munculnya gastroenteritis anak-anak di bawah usia 2 tahun. Ironisnya, belum ada vaksinasi yang dapat memperkuat daya tahan bayi atau anak untuk melawan kekuatan virus tersebut. Namun, ASI yang diisap bayi memiliki kemampuan untuk mengikis habis virus tersebut asal anak tetap diberi cairan pengganti yang hilang karena buang air dan muntah (Widjaja, 2002).
Diantara anak yang diperiksa di klinik perawatan setiap hari, gastroenteritis infeksius akut umumnya terjadi dan penularan antar manusia organisme yang paling sering terlibat dalam epidemic diare ditempat perawatan tersebut adalah Shigella, Giardia Lambia, dan Cryptos Poridium. Angka serangan sekunder yang berkisar antara 10 dan 20 % menggambarkan sumber infeksi yang penting bagi orang tua serta saudara sekandung (Khalik, 2007).
Data dari Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2001 angka kematian rata-rata yang diakibatkan gastroenteritis adalah 23 per 100.000 penduduk, sedangkan angaka tersebut lebih tinggi pada anak-anak berusia di bawah lima tahun, yaitu 75 per 100.000 penduduk. Hasil survey pada tahun 2006 menunjukkan bahwa kejadian gastroenteritis pada semua usia di Indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dan terjadi satu-dua kali per tahun pada anak-anak berusia di bawah lima tahun (Diah, 2008).
Berdasarkan data yang penulis dapat dari ruang anak Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara dinyatakan jumlah pasien di ruang anak dari Januari 2010 sampai dengan Juli 2011 adalah 353 orang. Diantaranya yang menderita gastroenteritis adalah sebanyak 175 orang atau dengan persentase 23 %.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menjadikan kasus Gastroentritis ini sebagai bahan studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien An. SY dengan Gastroenteritis di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara”.


B.     Tujuan Penulisan
  1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman belajar secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien “Gastroentritis” melalui perawatan yang komprehensif dan dapat membuat laporan pelaksanaan pelayanan keperawatan dalam bentuk karya tulis ilmiah.
  1. Tujuan Khusus
a.       Mendapatkan gambaran tentang pengkajian keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan Gastroenteritis.
b.      Dapat mengindentifikasi serta mendiagnosa masalah yang timbul pada pasien dengan Gastroenteritis.
c.       Dapat membuat rencana asuhan keperawatan.
d.      Dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif.
e.       Dapat melaksanakan evaluasi terhadap keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diberikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
f.       Dapat mendokumentasikan semua kegiatan asuhan keperawatan yang diberikan.

C.    Metode Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan metode deskriptif yaitu menguraikan data secara nyata dan objektif dengan cara mengumpulkan data, merumuskan masalah, memecahkan masalah dan mengevaluasi tindakan keperawatan.
Adapun teknik yang dilakukan untuk pengumpulan data yaitu : Studi kepustakaan adalah data ataupun teori-teori yang dapat digunakan baik secara medis maupun keperawatan yang berkaitan dengan “Gastroenteritis”. Studi kasus pengumpulan data yang didapat antara lain : Anamnese penulis tunjukkan pada klien, keluarga, perawat serta tim kesehatan lainnya yang berhubungan dengan pasien. Observasi yaitu pengamatan secara langsung terhadap perkembangan pasien baik dari segi medis atau perawatan dan seluruh terapi yang diberikan. Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data dimana data-data didapatkan melalui dokumentasi/pencacatan yang dilakukan berkaitan dengan pasien buku laporan perawatn status pasien, catatan, register dan lain-lain.

D.    Sistematika Penulisan
Untuk lebih terarahnya penyusunan karya tulis ilmiah ini, maka penulis menyusun dalam lima bab, antara lain : Bab satu adalah pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab dua adalah tinjauan teoritis, membahas tentang konsep dasar yang  terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab tiga adalah tinjauan kasus merupakan gambaran pelaksanaan kasus yang penulis rawat di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Meliputi: pengkajian diagnosa keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi. Bab empat adalah pembahasan, membahas tentang kesenjangan yang penulis dapatkan antara tinjauan kasus dan teoritis. Bab lima adalah penutup merupakan kesimpulan dan saran-saran dan juga mencatumkan daftar pustaka.